BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hukum pembuktian dan daluwarsa merupakan sub tema
pembahasan di hukum perdata maupun di hukum acara perdatanya. Pada praktiknya
atau pada hukum formilnya pembuktian dan daluwarsa memiliki pengaruh yang besar
dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun kendati
pembuktian dan daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di hukum
materilnya, terutama di kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini,
terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya
adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara Tata Usaha
Negara.Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut
tentu hukum pembuktian dan daluwarsa mempunyai spesifikasi dan karakteristik
tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Mulai dari perihal Pembuktian
dan Daluarsa , Subyek
Hukum Pembuktian dan Daluarsa, Pengaturan
Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW.
Manakala hukum pembuktian dan daluwarsa dihubungkan
dengan Hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai suatu hal yang
perlu adanya penelusuran lebih lanjut. Karena hukum pembuktian justru lebih
banyak di atur dalam Kitab unang-undang hukum Perdata dari pada dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Perdatanya.Dari sini muncul beberapa interpretasi mereka
seputar kemungkinan-kemungkinan yang dapt di jadikan alasan atau perumusan
hukum pembuktian yang banyak diatur dalam KUHPer. Inilah sebagian dari beberapa
hal yang melatar belakangi penulisan makalah ini.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah antara lain :
1. Bagaimana
Pembuktian dan Daluarsa Tersebut?
2. Apa
Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa?
3. Bagaimana
Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW?
1.3
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun
beberapa tujuannya antara lain :
1. Untuk
Mengetahui Pembuktian dan Daluarsa.
2. Untuk
Mengetahui Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa.
3. Untuk
Mengetahui Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW.
1.4
Manfaat
Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas maka
adapun beberapa manfaatnya antara lain :
1. Dapat Memahami Pembuktian dan Daluarsa.
2. Dapat Memahami Subyek Hukum Pembuktian dan
Daluarsa.
3. Dapat Memahami Pengaturan Pembuktian dan
Daluarsa di Dalam BW.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pembuktian dan Daluarsa
A. Pembuktian
Pembuktian tidak ada rumusannya namun dalam pasal
1865 KUH Perdata disebutkan bahwa orang yang mendalihkan yaitu ia yang
mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak
orang lain, atau menunjukkan suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristiwa tersebut. Adapun yang dimaksud dengan alat-alat bukti yaitu diatur dalam pasal 1866 KUH Perdata
sebagai berikut :
1).
Bukti Tulisan
Bukti tulisan dapat dibagi yaitu
tulisan otentik dan tulisan dibawah tangan. Akte otentik adalah suatu surat
keterangan yang telah disyahkan oleh salah satu lembaga pemerintah yang dibuat
oleh atau dihadapan pejabat umum sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarann dan keasliannya, contohnya hakim, notaries, pegawai catatan sipil,
juru sita. Adapun akta dibawah tangan yaitu suatu akta atau surat keterangan
yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak dengan atau tanpa
perantaraan pejabat umum.
Adapun
persamaan dan perbedaan antara akta otentik dan surat dibawah tangan yaitu
dalam kekuatan pembuktiannya adalah sama, hanya berbeda terletak pada kekuatan
bukti keluarnya yang tidak dimiliki oleh akta dibawah tangan.
2).
Bukti Dengan Saksi
Pembuktian dengan saksi dalam
praktek lasim disebut kesaksian. Kesaksian sangat penting apabila bukti surat
tidak ada yang dipakai kesaksian yaitu apa yang dilihat, didengar, dan
dirasakan sendiri oleh saksi dan tiap kesaksian harus disertai
alasan-alasannya. Dan didalam kesaksian berlaku istilah “unus tes tis nulus tes
tis” yang artinya satu saksi bukan saksi, sehingga kesaksian harus dilakukan
lebih dari satu orang saksi.
3).
Persangkaan
Persangkaan merupakan kesimpulan
yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti. Yang dapat
menyimpulkan yaitu hakim, misalnya apabila dua orang yaitu pria dan wanita
dewasa yang belum suami istri tidur bersama dalam satu kamar, dalam satu tempat
tidur maka disangka hakim telah melakukan perzinahan. Jadi persangkaan
mempunyai kekuatan bukti bebas artinya terserah pada hakim yang bersangkutan
apakah akan dianggap sebagai alat bukti yang punya kekuatan sempurna atau
sebagai bukti permulaan saja.
4).
Pengakuan
Pengakuan yang telah diucapkan
didepan siding menjadi bukti cukup, baik diucapkan sendiri maupun oleh yang
dikuasakan. Selain pengakuan didepan siding juga ada pengakuan diluar sidang.
5).
Sumpah
Sumpah merupakan pelengkap dari alat
bukti yang lainnya, yang disumpah adalah salah satu pihak. Sumpah ada dua macam
yaitu sumpah yang dibebankan hakim dan sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan
dan biasanya sumpah ini dikaitkan dengan hukum Tuhan (bersifat niskala).
B. Daluarsa/Verjaring
Pengertian daluarsa atau verjaring
sesuai dengan pasal 1946 KUH. Perdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas
syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Ada
dua macam Daluarsa atau Verjaring :
1.
Acquisitieve Verjaring
Acquisitieve
Verjaring Adalah lampau waktu yang menimbulkan hak. Syarat adanya kedaluarsa
ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut.
Pasal
1963 KUH Perdata: Pasal 2000 NBW
“Siapa
yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh
suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus
dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa ,
dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “. Dan “ Siapa yang dengan
itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik dengan
tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang
bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan dapat
memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu
title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai
benda tersebut.
Misalnya:
Nisa menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun.
Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah
pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum tersebut.
2.
Extinctieve Verjaring
Extinctieve
Verjaring Adalah lampau waktu lampau yang melenyapakan atau membebaskan
terhadap tagihan atau kewajibannya.
Misalnya:
Anita telah meminjam uang kepada Bayu sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka
waktu 30 tahun, uang itu tidak ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku, maka Anita dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Bayu.
Tujuan
Lembaga Daluarsa :
1.Untuk
melindungi kepentingan masyarakat.
2.Untuk
melindungi si berutang dengan jalan mengamankannya terhadap tuntutan yang sudah
kuno.
Pelepasan
Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Dilakukan
secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak
diperkenankan melepaskan Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula,
maka ia berhak melepaskan Daluarsanya.
2. Dilakukan
secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara
diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan
haknya dalam sebuah perikatan. Apabila kita dalam perikatan jual beli tidak
diperkenankan memindah tangankan barang kepada orang lain, maka secara otomatis
Daluarsa tidak dapat kita lepaskan, karena sudah ada persyaratan untuk
melepaskannya serta waktu yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak.
2.2 Subyek Hukum Pembuktian
dan Daluarsa
Buku IV tentang
Daluarsa dan Pembuktian, mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya
batas atau tenggang waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Dalam
menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek
hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu :
- Wewenang untuk mempunyai hak rechtsbevoegdheid
- Wewenang untuk melakukan atau menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Pembagian
Subyek Hukum
Subyek hukum terdiri dari :
- Orang/manusia (naturlijke person)
Pengertian secara yuridisnya ada
dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum, yaitu manusia
mempunyai hak-hak subyektif dan kewenangan hukum. Dalam hal ini kewenangan
hukum berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak
dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
2.
Badan
hukum (recht person)
Menurut sifatnya badan hukum dibagi
menjadi dua, yaitu :
– Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
Contoh : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara
– Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat (bukan pemerintah).
Contoh : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi, Yayasan
– Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
Contoh : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara
– Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat (bukan pemerintah).
Contoh : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi, Yayasan
2.3 Pengaturan Pembuktian dan
Daluarsa di Dalam BW
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian mengatur hak
dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian terdapat di pasal 1865 s/d
1991.
a. Pasal
1866 : Alat-alat bukti terdiri atas: bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, segala sesuatunya dengan
mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut.
b. Pasal
1868 : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu ditempat di mana akta itu dibuatnya.
c. Pasal
1909 : Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, diharuskan memberikan
kesaksian di muka Hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya
memberikan kesaksian:
-
1e. siapa yang ada
pertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat ke dua atau
semenda dengan salah satu pihak.
-
2e. siapa yang ada
pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis samping dalam
derajat ke dua dengan suami atau istri salah satu pihak;
-
3e. segala siapa yang
karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang,
diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal
yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian. (Ps. 1910
Pengecualian untuk anggota keluarga dan semenda yang dapat memberikan kesaksian
dalam perkara tertentu)
d. Pasal
1967 : Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang
bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh
tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa itu tidak usah
mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya
sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
e. Pasal
1977 : Barang siapa yang telah kehilangan atau kecurian suatu barang miliknya,
terhitung sejak barangnya hilang dalam jangka tiga tahun maka dapatlah ia
menuntut kembali barangnya dan apabila barang tersebut telah dia temukan dan
barang tersebut sudah berpindah tangan maka ia berhak untuk menuntut ganti rugi
atas benda tersebut tanpa mengurangi hak dari benda itu. Daluarsa sebagai cara
memperoleh hak milik atas suatu benda, ada juga suatu akibat dari lewatnya
waktu, yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau gugatan
hukum.
f. Pasal
1978 : Daluarsa dapat tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih
dari satu tahun, direbut dari tangan si berkuasa, baik yang merebut itu pemilik
lama, maupun yang merebut itu orang pihak ketiga.
g. Pasal
1989 : Daluarasa tidak dapat berjalan terhadap seorang isteri dalam sebuah
pernikahan. Bahwa di dalam suatu perkawinan “ apabila tuntutan si isteri tidak
dapat diteruskan, melainkan setelah ia memilih antara menerima atau melepaskan
persatuan. Apabila si suami karena ia telah menjual benda pribadi isteri, harus
menanggung penjualan itu dan didalam segala hal dimana tuntutan si isteri
akhirnya harus ditujukan kepada suaminya“.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembuktian
tidak ada rumusannya namun dalam pasal 1865 KUH Perdata disebutkan bahwa orang
yang mendalihkan yaitu ia yang mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya
sendiri maupun membantah hak orang lain, atau menunjukkan suatu peristiwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan
pasal 1946 KUH. Perdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat
yang telah ditentukan oleh undang-undang.
3.2
Saran
Semoga penulisan makalah ini dapat
berguna bagi kita dan juga orang yang lain, makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, saya
mohon maaf apabila ada salah penulisan, salah maksud, dan salah arti dari
makalah ini, makalah ini masih perlu di benahi dan masih perlu di perbaiki,
agar makalah ini nantinya dapat berguna bagi orang lain yang membutuhkannya.
Saya
berharap ada yang mau memberikan masukan untuk makalah ini, karna makalah ini
masih perlu perbaikan lagi.
bagus .. sangat membantu
BalasHapusCakep
BalasHapussangat bermanfaat. terima kasih.
BalasHapus