Rabu, 30 September 2015

Makalah Hukum Perdata Buku IV BW Semester V



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hukum pembuktian dan daluwarsa merupakan sub tema pembahasan di hukum perdata maupun di hukum acara perdatanya. Pada praktiknya atau pada hukum formilnya pembuktian dan daluwarsa memiliki pengaruh yang besar dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun kendati pembuktian dan daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di hukum materilnya, terutama di kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara Tata Usaha Negara.Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut tentu hukum pembuktian dan daluwarsa mempunyai spesifikasi dan karakteristik tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Mulai dari perihal Pembuktian dan Daluarsa , Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa, Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW.
Manakala hukum pembuktian dan daluwarsa dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut. Karena hukum pembuktian justru lebih banyak di atur dalam Kitab unang-undang hukum Perdata dari pada dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdatanya.Dari sini muncul beberapa interpretasi mereka seputar kemungkinan-kemungkinan yang dapt di jadikan alasan atau perumusan hukum pembuktian yang banyak diatur dalam KUHPer. Inilah sebagian dari beberapa hal yang melatar belakangi penulisan makalah ini.






1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1.      Bagaimana Pembuktian dan Daluarsa Tersebut?
2.      Apa Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa?
3.      Bagaimana Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW?

1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun beberapa tujuannya antara lain :
1.      Untuk Mengetahui Pembuktian dan Daluarsa.
2.      Untuk Mengetahui Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa.
3.      Untuk Mengetahui Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW.

1.4  Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun beberapa manfaatnya antara lain :
1.      Dapat Memahami Pembuktian dan Daluarsa.
2.      Dapat Memahami Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa.
3.      Dapat Memahami Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembuktian dan Daluarsa
            A. Pembuktian
Pembuktian tidak ada rumusannya namun dalam pasal 1865 KUH Perdata disebutkan bahwa orang yang mendalihkan yaitu ia yang mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, atau menunjukkan suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Adapun yang dimaksud dengan alat-alat bukti  yaitu diatur dalam pasal 1866 KUH Perdata sebagai berikut :
1). Bukti Tulisan
            Bukti tulisan dapat dibagi yaitu tulisan otentik dan tulisan dibawah tangan. Akte otentik adalah suatu surat keterangan yang telah disyahkan oleh salah satu lembaga pemerintah yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarann dan keasliannya, contohnya hakim, notaries, pegawai catatan sipil, juru sita. Adapun akta dibawah tangan yaitu suatu akta atau surat keterangan yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak dengan atau tanpa perantaraan pejabat umum.
Adapun persamaan dan perbedaan antara akta otentik dan surat dibawah tangan yaitu dalam kekuatan pembuktiannya adalah sama, hanya berbeda terletak pada kekuatan bukti keluarnya yang tidak dimiliki oleh akta dibawah tangan.
2). Bukti Dengan Saksi
            Pembuktian dengan saksi dalam praktek lasim disebut kesaksian. Kesaksian sangat penting apabila bukti surat tidak ada yang dipakai kesaksian yaitu apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan sendiri oleh saksi dan tiap kesaksian harus disertai alasan-alasannya. Dan didalam kesaksian berlaku istilah “unus tes tis nulus tes tis” yang artinya satu saksi bukan saksi, sehingga kesaksian harus dilakukan lebih dari satu orang saksi.
3). Persangkaan
            Persangkaan merupakan kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti. Yang dapat menyimpulkan yaitu hakim, misalnya apabila dua orang yaitu pria dan wanita dewasa yang belum suami istri tidur bersama dalam satu kamar, dalam satu tempat tidur maka disangka hakim telah melakukan perzinahan. Jadi persangkaan mempunyai kekuatan bukti bebas artinya terserah pada hakim yang bersangkutan apakah akan dianggap sebagai alat bukti yang punya kekuatan sempurna atau sebagai bukti permulaan saja.
4). Pengakuan
            Pengakuan yang telah diucapkan didepan siding menjadi bukti cukup, baik diucapkan sendiri maupun oleh yang dikuasakan. Selain pengakuan didepan siding juga ada pengakuan diluar sidang.
5). Sumpah
            Sumpah merupakan pelengkap dari alat bukti yang lainnya, yang disumpah adalah salah satu pihak. Sumpah ada dua macam yaitu sumpah yang dibebankan hakim dan sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan dan biasanya sumpah ini dikaitkan dengan hukum Tuhan (bersifat niskala).
            B. Daluarsa/Verjaring
            Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan pasal 1946 KUH. Perdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Ada dua macam Daluarsa atau Verjaring :
1. Acquisitieve Verjaring
Acquisitieve Verjaring Adalah lampau waktu yang menimbulkan hak. Syarat adanya kedaluarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut.
Pasal 1963 KUH Perdata: Pasal 2000 NBW
“Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “. Dan “ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.
Misalnya: Nisa menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum tersebut.
2. Extinctieve Verjaring
Extinctieve Verjaring Adalah lampau waktu lampau yang melenyapakan atau membebaskan terhadap tagihan atau kewajibannya.
Misalnya: Anita telah meminjam uang kepada Bayu sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Anita dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Bayu.
Tujuan Lembaga Daluarsa :
1.Untuk melindungi kepentingan masyarakat.
2.Untuk melindungi si berutang dengan jalan mengamankannya terhadap tuntutan yang sudah kuno.
Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Dilakukan secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan Daluarsanya.
2.      Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan. Apabila kita dalam perikatan jual beli tidak diperkenankan memindah tangankan barang kepada orang lain, maka secara otomatis Daluarsa tidak dapat kita lepaskan, karena sudah ada persyaratan untuk melepaskannya serta waktu yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak.
2.2 Subyek Hukum Pembuktian dan Daluarsa
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian, mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggang waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu :
  1. Wewenang untuk mempunyai hak rechtsbevoegdheid
  2. Wewenang untuk melakukan atau menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Pembagian Subyek Hukum
Subyek hukum terdiri dari :
  1. Orang/manusia (naturlijke person)
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum, yaitu manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kewenangan hukum. Dalam hal ini kewenangan hukum berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
2.      Badan hukum (recht person)
Menurut sifatnya badan hukum dibagi menjadi dua, yaitu :
– Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
Contoh : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bank-bank negara
– Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat (bukan   pemerintah).
Contoh    :   Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi, Yayasan

2.3 Pengaturan Pembuktian dan Daluarsa di Dalam BW
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian terdapat di pasal 1865 s/d 1991.
a.       Pasal 1866 : Alat-alat bukti terdiri atas: bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut.
b.      Pasal 1868 : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat di mana akta itu dibuatnya.
c.       Pasal 1909 : Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, diharuskan memberikan kesaksian di muka Hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian:
-          1e. siapa yang ada pertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat ke dua atau semenda dengan salah satu pihak.
-          2e. siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis samping dalam derajat ke dua dengan suami atau istri salah satu pihak;
-          3e. segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian. (Ps. 1910 Pengecualian untuk anggota keluarga dan semenda yang dapat memberikan kesaksian dalam perkara tertentu)
d.      Pasal 1967 : Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
e.       Pasal 1977 : Barang siapa yang telah kehilangan atau kecurian suatu barang miliknya, terhitung sejak barangnya hilang dalam jangka tiga tahun maka dapatlah ia menuntut kembali barangnya dan apabila barang tersebut telah dia temukan dan barang tersebut sudah berpindah tangan maka ia berhak untuk menuntut ganti rugi atas benda tersebut tanpa mengurangi hak dari benda itu. Daluarsa sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda, ada juga suatu akibat dari lewatnya waktu, yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau gugatan hukum.
f.       Pasal 1978 : Daluarsa dapat tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satu tahun, direbut dari tangan si berkuasa, baik yang merebut itu pemilik lama, maupun yang merebut itu orang pihak ketiga.
g.      Pasal 1989 : Daluarasa tidak dapat berjalan terhadap seorang isteri dalam sebuah pernikahan. Bahwa di dalam suatu perkawinan “ apabila tuntutan si isteri tidak dapat diteruskan, melainkan setelah ia memilih antara menerima atau melepaskan persatuan. Apabila si suami karena ia telah menjual benda pribadi isteri, harus menanggung penjualan itu dan didalam segala hal dimana tuntutan si isteri akhirnya harus ditujukan kepada suaminya“.
























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
           Pembuktian tidak ada rumusannya namun dalam pasal 1865 KUH Perdata disebutkan bahwa orang yang mendalihkan yaitu ia yang mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, atau menunjukkan suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan pasal 1946 KUH. Perdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.

3.2  Saran

Semoga penulisan makalah ini dapat berguna bagi kita dan juga orang yang lain, makalah ini masih jauh dari kata sempurna, saya mohon maaf apabila ada salah penulisan, salah maksud, dan salah arti dari makalah ini, makalah ini masih perlu di benahi dan masih perlu di perbaiki, agar makalah ini nantinya dapat berguna bagi orang lain yang membutuhkannya.
Saya berharap ada yang mau memberikan masukan untuk makalah ini, karna makalah ini masih perlu perbaikan lagi.

3 komentar: