Sistem Administrasi Negara yang Bercirikan Good Governance
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pemerintahan sebagai suatu
kenyataan yang tidak dapat di hindarkan dalam hidup setiap warganegara memiliki
banyak arti bagi mereka, secara perorangan atau secara bersama-sama. Pemerintah
adalah harapan dan peluang untuk mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat
melalui pengelolaan kebebasan dan persamaan yang di miliki oleh warganegara.
Pada sisi lain pemerintah adalah tantangan dan kendala bagi warganegara
terutama ketika pemerintah terjauhkan dari pengalaman etika pemerintah. Suatu
masyarakat tanpa pemerintah adalah sebuah kekacauan massal. Di dalam masyarakat
manusia beradab di perlukan lebih banyak peraturan, di perlukan juga
lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa peraturan- peraturan
itu di taati. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan
kewajiban pemerintah untuk membentuk hukum yang adil dan melakukan penegakkan
hukum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara. Untuk mewujudkan
tujuan dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system pemerintahan
yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis.
Konsep pemerintahan yang baik itu di sebut dengan good goverment. Dalam makalah
ini berisi pemaparan dari pengertian good goverment, prinsip- prinsip
good goverment dan penerapannya di Indonesia. Diharapkan juga dengan
penulisan makalah ini dapat menambah wawasan tentang good Governance secara lebih mendalam. Yang tidak kalah
pentingnya adalah peran semua lapisan untuk menjalankan
tata pemerintahan yang baik.
1.2. Rumusan Masalah.
1.
Apa pengertian Good Governance ?
2.
Bagaimana prinsip-prinsip Good Governance ?
3.
Bagaimana sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance?
4.
Bagaimana Implementasi Good Governance
di Indonesia?
1.3. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Good Governance
2.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip Good Governance
3.
Untuk
mengetahui sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance
4. Untuk mengetahui Implementasi Good Governance di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Good Governance
Governance, yang
diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan
menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Pierre landell-
Mills & Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance adalah sebagai
penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi
pembangunan sosial ekonomi.
Robert Charlick
mengartikan good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik
secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan yang absah demi
untuk mempromosikan nilai – nilai kemasyarakatan.
Good governance
adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai
saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih
banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban
melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang
seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur.
2.2. Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good
governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari
prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan.
Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua
unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini,
prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di
bawah ini:
1.
Partisipasi
Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai
suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi
bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan
aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu
wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis.
2.
Tegaknya
Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses
politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan
aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good
governance, harus diimbangi dengan kerangka hukum yang adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.
Transparansi
(Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas
semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas.
Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat
yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan.
4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga
dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi
mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance
dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good
governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan
dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga
korporasi yang ada didunia. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian
masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good
governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional
perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal
perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana
perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana
perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya
publik.
5.
Berorientasi
pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar
pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga
ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen
yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu
dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka
kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan
kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat
yang terwakili. Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.
Kesetaraan
(Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam
perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat.
7.
Efektifitas
dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Kriteria efektif biasanya di ukur
dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu
efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan
disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut,
maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan
mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan
sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8.
Akuntabilitas
(Accountability)
Akuntabilitas adalah
pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan
untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah,
sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik
kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk
pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis
organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman
tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan
sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
9.
Visi
Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk
mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut.
2.3.
Sistem Administrasi Negara yang Bercirikan Good
Governance
Dalam system administrasi Negara atau
sering disebut dengan Administrasi Publik, dewasa ini Konsep Good Governance
telah dipakai juga. Penyelenggaran administrasi Negara yang kurang mencerminkan
pelayan prima sehingga diperlukan reformasi administrasi Negara dalam rangka
mewujudkan birokrasi yang benar-benar melayani masyarakat dengan pelayanan yang
berkwalitas, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan
pemeritahan yang bersih bebas dari KKN.
Menurut Agus Dwiyono (2006: hal 20)
bahwa pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili
oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah. Dalam ranah ini
telah terjadi pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah dengan
warganya, baik buruknya governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sangat dirasakan oleh warga masyarakatnya.
Dalam system administrasi Negara, ada bebarapa komponen penting dalam good
governance yaitu Pemerintah (governance), rakyat (citizen) atau civil Society
dan usahawan (business). Ketiga komponen ini mempunyai tata hubungan yang sama
dan sederajat. Bila ketiga komponen ini tidak terjalin hubungan yang baik maka
akan ada ketidakseimbangan dalam pelayanan. Pemerintah melalui Lembaga-lembaga
Negara berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lembaga-lembaga Negara
ini sebagai subsistem dari system administrasi Negara Indonesia. Sehingga
adanya interaksi dengan pihak swasta ataupun masyarakat haruslah terjalin
dengan baik.
Dalam wujudnya, good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab serta
efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif
diantara ketiga domain : Negara, sector swasta, dan masyarakat (society). Oleh
karena itu, good governance meliputi system administrasi Negara, maka upaya
mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada
system administrasi Negara yang berlaku pada suatu Negara secara keseluruhan.
Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep Good Governance
dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigm baru ilmu administrasi publik.
Paradigm baru ini menekan pada peranan manejer publik (state) melalui
lembaga-lembaga Negara agar memberikan pelayanan yang berkwalitas kepada
masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali
mengurangi campur tangan control yang dilakukan pemerintah pusat,
Tujuan administrasi Negara sendiri berupaya untuk mewujudkan penyelenggaran
Negara yang mampu menyediakan public goods and service yang disebut dengan
Governance serta kepemerintahan yang baik (good governance). Selain itu,
pelayanan yang baik dari lembaga-lembaga Negara dalam rangka mencapai
efektivitas dan efesiensi pelayanan publik. Di sisi lain, konsepsi Good
Governance secara komprehensif terdiri dari 9 prinsip yang ditetapkan secara
kontinyu dan konsisten dalam penata-laksanaan sebuah pemerintahan. Maka dapat
dikatakan bahwa sebuah sistem administrasi Negara yang good governance bilamana
dalam penerapannya berpedoman pada prinsip-prinsip Good Governance.
2.4.
Implementasi Good Governance di Indonesia
Konsep
Good Governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat
dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal
tersebut, diperlunya pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang
tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pelayanan administrasi dapat
berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab serta bebas dari
KKN. Namun dalam implementasi masyarakat
saat ini dalam menciptakan Good Governance masih jauh dari harapan.
Salah satu program good governance
adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi menurut Klitgoard
ditimbulkan karena ada monopoli, kekuasaan, dan diskresi yang begitu besar.
Selama masih ada sentralisasi kekuasaan dan aturan-aturan yang tidak jelas dan
tidak ada pertanggungjawaban publik maka akan menimbulkan peluang korupsi. Di
Indonesia dapat kita lihat peluang korupsi begitu besar, birokrasi begitu
panjang, gaji pegawai negeri yang kecil, tidak adanya sistem publik complain
dan hampir semua partai politik mencari uang untuk membesarkan partainya.
Sejak era reformasi bergulir di
pertengahan tahun 1998, masalah korupsi menjadi salah satu kajian menarik untuk
dibicarakan dan diangkat kepermukaan. Usaha-usaha pemberatasan korupsi di
Indonesia secara yuridis sudah dimulai sejak tahun 1957 dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemberantasan Korupsi; Peraturan Penguasa Militer Angkatan darat dan
Laut Nomor Prt/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) No. 13
yang kemudian menjadi UU No. 24 /Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dilanjutkan dengan
usaha-usaha pemberatasan korupsi oleh pemerintah sejak awal 1970-an yaitu
dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No, 228/1967 Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK) hingga lahirnya UU No. 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Begitu juga
dengan pembinaan upaya pembinaan dari pejabat-pejabat telah ditingkatkan
melalui pengawasan yang ketat, baik yang dilakukan oleh intern departemen dan
lembaga maupun secara ekstern oleh Menteri Aparatur Negara. Namun seiring
dengan pesatnya pembangunan, terasa pula semakin meningkatnya kebocoran dalam
pembangunan, terbukti dengan kasus-kasus korupsi yang menyangkut kerugian
negara milyaran hingga triliyunan rupiah.
Korupsi merupakan salah satu bentuk
perbuatan melanggar hukum yang sangat membahayakan keadaan keuangan negara, dan
akan berakibat terhambatnya pembangunan, karena banyak dana yang keluar tidak
sesuai dengan pembangunan itu sendiri, sehingga tujuan yang diharapkan tidak
tercapai. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kebijakan serta langkah-langkah
penegakan hukum berupa penindakkan terhadap perkara korupsi, penyalahgunaan
wewenang dan lain sebagainya.
Lalu dibentuk pula Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan UU No. 30/2002, maka
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) sebagaimana diatur
dalam UU No. 28/1999 menjadi bagian Komisi Pemberantasan Korupsi.
Korupsi berarti memungut uang bagi
layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk
mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena
lalai atau sengaja.
Namun dalam praktek ternyata masalah
pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum
semata-mata, karena penyakit ini sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial
dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang
digunakan tidak hanya semata-mata bersifat represif, tetapi seharusnya juga
bersifat preventif dan rehabilitatif.
Pendekatan preventif yang ampuh
antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas
pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Tanpa langkah
preventif dimaksud, maka pemberantasan korupsi hanya akan berhasil mengatasi
gejalanya saja dan bukan menghancurkan akar penyebab dan sumber penyakit
korupsi yang justru tumbuh subur di kalangan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang
telah kami paparkan sebelumnya, maka dapat kami simpulkan bahwa Good governance
merupakan tata kelolah pemerintahan yang baik sehingga menghasilkan good Governance
(pemerintahan yang baik) serta Clean
Governance (pemerintahan yang bersih. Menurut kelompok kami, Good governance
berarti pengelolaan pemerintah yang mengedepankan publik service yang mampu
menghasilkan pemerintahan yang baik serta pemerintahan yang bersih. Ada tiga
komponen utama dalam penyelenggaraan administrasi Negara yang good governance
yaitu Pemerintah (lembaga-lembaga Negara), warga Negara atau masyarakat serta
Pihak Swasta. Dalam mewujudkan sebuah sistem administrasi yang bercirikan good
governance bukanlah hal yang mudah. Namun bilamana adanya itikad yang baik
Pemerintah sebagai Pelayan atau abdi masyarakat, Masyarakat dan pihak sebagai
yang dilayani. Bila ketiga komponen ini berjalan seimbang maka impian kita
untuk mewujudkan sistem administrasi Negara yang good governance dapat
terwujud.
3.2. Saran
Semoga
apa yang dijelaskan di dalam makalah kami dapat dipahami dan dipelajari oleh
pembaca. Selain itu, dengan makalah ini semoga kita dapat mengetahui sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar