Selasa, 10 November 2015

Sistem Administrasi Negara yang Bercirikan Good Governance

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1   Latar Belakang

Masalah pemerintahan sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat di hindarkan dalam hidup setiap warganegara memiliki banyak arti bagi mereka, secara perorangan atau secara bersama-sama. Pemerintah adalah harapan dan peluang untuk mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat melalui pengelolaan kebebasan dan persamaan yang di miliki oleh warganegara. Pada sisi lain pemerintah adalah tantangan dan kendala bagi warganegara terutama ketika pemerintah terjauhkan dari pengalaman etika pemerintah. Suatu masyarakat tanpa pemerintah adalah sebuah kekacauan massal. Di dalam masyarakat manusia beradab di perlukan lebih banyak peraturan, di  perlukan juga lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa peraturan- peraturan itu di taati. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan kewajiban pemerintah untuk membentuk hukum yang adil dan melakukan penegakkan hukum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara. Untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system  pemerintahan yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis. Konsep pemerintahan yang baik itu di sebut dengan good goverment. Dalam makalah ini berisi pemaparan dari pengertian good goverment, prinsip- prinsip good goverment dan penerapannya di Indonesia. Diharapkan juga dengan  penulisan makalah ini dapat menambah wawasan tentang good Governance  secara lebih mendalam. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran semua lapisan untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik.

1.2. Rumusan Masalah.

1.      Apa pengertian  Good Governance ?

2.      Bagaimana prinsip-prinsip Good Governance ?

3.      Bagaimana sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance?

4.      Bagaimana Implementasi Good Governance  di Indonesia?

1.3. Tujuan

1.    Untuk mengetahui pengertian  Good Governance

2.    Untuk mengetahui prinsip-prinsip Good Governance  

3.    Untuk mengetahui sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance

4.    Untuk mengetahui Implementasi Good Governance  di Indonesia

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Pengertian  Good Governance

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Pierre landell- Mills & Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance adalah sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi.

Robert Charlick mengartikan good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan yang absah demi untuk mempromosikan nilai – nilai kemasyarakatan.  

Good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur.

 

 2.2. Prinsip-prinsip Good Governance  

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1.      Partisipasi Masyarakat (Participation)

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis.

2.      Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan kerangka hukum yang adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3.      Transparansi (Transparency)

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

4.      Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.

5.      Berorientasi pada Konsensus (Consensus)

Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6.      Kesetaraan (Equity)

Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.

7.      Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Kriteria efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi  masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8.      Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

9.      Visi Strategis (Strategic Vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

 

2.3.    Sistem Administrasi Negara yang Bercirikan Good Governance

Dalam system administrasi Negara atau sering disebut dengan Administrasi Publik, dewasa ini Konsep Good Governance telah dipakai juga. Penyelenggaran administrasi Negara yang kurang mencerminkan pelayan prima sehingga diperlukan reformasi administrasi Negara dalam rangka mewujudkan birokrasi yang benar-benar melayani masyarakat dengan pelayanan yang berkwalitas, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan pemeritahan yang bersih bebas dari KKN.

Menurut Agus Dwiyono (2006: hal 20) bahwa pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah. Dalam ranah ini telah terjadi pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah dengan warganya, baik buruknya governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangat dirasakan oleh warga masyarakatnya.
Dalam system administrasi Negara, ada bebarapa komponen penting dalam good governance yaitu Pemerintah (governance), rakyat (citizen) atau civil Society dan usahawan (business). Ketiga komponen ini mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Bila ketiga komponen ini tidak terjalin hubungan yang baik maka akan ada ketidakseimbangan dalam pelayanan. Pemerintah melalui Lembaga-lembaga Negara berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lembaga-lembaga Negara ini sebagai subsistem dari system administrasi Negara Indonesia. Sehingga adanya interaksi dengan pihak swasta ataupun masyarakat haruslah terjalin dengan baik.

Dalam wujudnya, good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara ketiga domain : Negara, sector swasta, dan masyarakat (society). Oleh karena itu, good governance meliputi system administrasi Negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada system administrasi Negara yang berlaku pada suatu Negara secara keseluruhan.
Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep Good Governance dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigm baru ilmu administrasi publik. Paradigm baru ini menekan pada peranan manejer publik (state) melalui lembaga-lembaga Negara agar memberikan pelayanan yang berkwalitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan control yang dilakukan pemerintah pusat,
Tujuan administrasi Negara sendiri berupaya untuk mewujudkan penyelenggaran Negara yang mampu menyediakan public goods and service yang disebut dengan Governance serta kepemerintahan yang baik (good governance). Selain itu, pelayanan yang baik dari lembaga-lembaga Negara dalam rangka mencapai efektivitas dan efesiensi pelayanan publik. Di sisi lain, konsepsi Good Governance secara komprehensif terdiri dari 9 prinsip yang ditetapkan secara kontinyu dan konsisten dalam penata-laksanaan sebuah pemerintahan. Maka dapat dikatakan bahwa sebuah sistem administrasi Negara yang good governance bilamana dalam penerapannya berpedoman pada prinsip-prinsip Good Governance.

 

 

2.4. Implementasi Good Governance  di Indonesia

Konsep Good Governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlunya pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pelayanan administrasi dapat berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab serta bebas dari KKN. Namun dalam implementasi masyarakat saat ini dalam menciptakan Good Governance masih jauh dari harapan.

Salah satu program good governance adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi menurut Klitgoard ditimbulkan karena ada monopoli, kekuasaan, dan diskresi yang begitu besar. Selama masih ada sentralisasi kekuasaan dan aturan-aturan yang tidak jelas dan tidak ada pertanggungjawaban publik maka akan menimbulkan peluang korupsi. Di Indonesia dapat kita lihat peluang korupsi begitu besar, birokrasi begitu panjang, gaji pegawai negeri yang kecil, tidak adanya sistem publik complain dan hampir semua partai politik mencari uang untuk membesarkan partainya.

Sejak era reformasi bergulir di pertengahan tahun 1998, masalah korupsi menjadi salah satu kajian menarik untuk dibicarakan dan diangkat kepermukaan. Usaha-usaha pemberatasan korupsi di Indonesia secara yuridis sudah dimulai sejak tahun 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemberantasan Korupsi; Peraturan Penguasa Militer Angkatan darat dan Laut Nomor Prt/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) No. 13 yang kemudian menjadi UU No. 24 /Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian dilanjutkan dengan usaha-usaha pemberatasan korupsi oleh pemerintah sejak awal 1970-an yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No, 228/1967 Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) hingga lahirnya UU No. 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Begitu juga dengan pembinaan upaya pembinaan dari pejabat-pejabat telah ditingkatkan melalui pengawasan yang ketat, baik yang dilakukan oleh intern departemen dan lembaga maupun secara ekstern oleh Menteri Aparatur Negara. Namun seiring dengan pesatnya pembangunan, terasa pula semakin meningkatnya kebocoran dalam pembangunan, terbukti dengan kasus-kasus korupsi yang menyangkut kerugian negara milyaran hingga triliyunan rupiah.

Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan melanggar hukum yang sangat membahayakan keadaan keuangan negara, dan akan berakibat terhambatnya pembangunan, karena banyak dana yang keluar tidak sesuai dengan pembangunan itu sendiri, sehingga tujuan yang diharapkan tidak tercapai. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kebijakan serta langkah-langkah penegakan hukum berupa penindakkan terhadap perkara korupsi, penyalahgunaan wewenang dan lain sebagainya.

Lalu dibentuk pula Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan UU No. 30/2002, maka Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/1999 menjadi bagian Komisi Pemberantasan Korupsi.

Korupsi berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja.

Namun dalam praktek ternyata masalah pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata, karena penyakit ini sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya semata-mata bersifat represif, tetapi seharusnya juga bersifat preventif dan rehabilitatif.

Pendekatan preventif yang ampuh antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Tanpa langkah preventif dimaksud, maka pemberantasan korupsi hanya akan berhasil mengatasi gejalanya saja dan bukan menghancurkan akar penyebab dan sumber penyakit korupsi yang justru tumbuh subur di kalangan masyarakat.

                                                    

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1.   Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah kami paparkan sebelumnya, maka dapat kami simpulkan bahwa Good governance merupakan tata kelolah pemerintahan yang baik sehingga menghasilkan good Governance  (pemerintahan yang baik) serta Clean Governance (pemerintahan yang bersih. Menurut kelompok kami, Good governance berarti pengelolaan pemerintah yang mengedepankan publik service yang mampu menghasilkan pemerintahan yang baik serta pemerintahan yang bersih. Ada tiga komponen utama dalam penyelenggaraan administrasi Negara yang good governance yaitu Pemerintah (lembaga-lembaga Negara), warga Negara atau masyarakat serta Pihak Swasta. Dalam mewujudkan sebuah sistem administrasi yang bercirikan good governance bukanlah hal yang mudah. Namun bilamana adanya itikad yang baik Pemerintah sebagai Pelayan atau abdi masyarakat, Masyarakat dan pihak sebagai yang dilayani. Bila ketiga komponen ini berjalan seimbang maka impian kita untuk mewujudkan sistem administrasi Negara yang good governance dapat terwujud.

3.2.   Saran

Semoga apa yang dijelaskan di dalam makalah kami dapat dipahami dan dipelajari oleh pembaca. Selain itu, dengan makalah ini semoga kita dapat mengetahui sistem administrasi negara yang bercirikan Good Governance di Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar